Senin, 02 Januari 2012


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, ada 3 hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan karya ilmiah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam dalam dunia Otomotif?

2. Bagaimana Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan dalam K3?

3. Bagaimana peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian K3 dalam Dunia Otomotif

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Yulia, 2009: 12-13).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja (Yulia, 2009: 15-16).

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan (Nasri, 2007: 13).

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia (Yulia, 2009: 21-22).

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik (Nasri, 2007: 25-27).

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan dalam K3

1. Pengertian Tenaga Kesehatan

Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan (Muller, 1989: 122-125).

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya (Edward, 1999: 70-72).

2. Jenis Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya (Edward, 1999: 70-72).

C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja (Zian, 2000: 09-12).

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama (Zian, 2000: 09-12).

Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional (Zian, 2000: 09-12).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

B. Saran

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Edward, Michael, dkk. 1999. Teaching Occupational Safety. Washintong: David and Lee.

Muller, M.U. 1989. Theory of Occupational Safety. Nurberg : Steave and Carry

Nasri. 2007. “Peranan K3 dalam Dunia Industri dan Perbengkelan”. Bandung: Pelatihan Nasional Keselamatan Kerja, 24 Januari 2007

Yulia. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Surabaya : PT Makmurjaya Surabaya.

Zian, Kavin. 2000. The use Safety Equipment Training. London: Niella and Nurie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar